twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Dewi Musik


 Suatu ketika, Zeus dewa tertinggi dalam pantheon Yunani hadir di angkasa Salzburg, Austria. Negeri yang masyarakatnya amat menghargai musik itu memang sengaja menghadirkannya, menyertai putrinya Mousa, sang dewi musik. Ceritanya, mereka sedang punya hajat menyelenggarakan Festival Musik Salzburg, dihadiri ribuan orang yang datang menonton acara pembukaannya.
Sebuah helikopter Euro Fighter Typhoon melakukan atraksi udara dalam lakon mitologi Yunani kuno memerankan Zeus. Sementara itu, empat helikopter tempur Black Hawk seperti dayang-dayang mengiringi. Masing-masing dikemudikan pilot dengan didampingi seorang pemain biola dari Kwartet Stadier, memainkan antara lain repertoar klasik karya Karl Heinz Stockhausen, dalam atraksi Helicopter String Quartet. Keempat heli itu meliuk-liuk indah mengikuti irama, digelayuti para pemain teater. Tampak paling menonjol seorang artis bergaun putih panjang, membuat gerakan gemulai berkelebatan dan melayang-layang, juga dengan tubuh terikat seutas tali menggantung dari heli. Tak salah lagi, dialah Mousa atau Muse dalam versi Inggrisnya, sang dewi musik yang membuat kagum para penonton.
Dalam mitologi Yunani, Mousa adalah salah satu dari sembilan anak Zeus dengan Mnemosyne. Ia begitu dihormati oleh masyarakat Yunani dan Eropa pada umumnya, hingga dibuatkan istana sebagai tempat tingalnya. Mereka menyebutnya mouseion. Kita menyebutnya museum. Arti kata ini menurut Guillaume Bude (1554) adalah “…a place dedicated to Muse and to study, where one engages oneself in noble disciplines”. Kediaman sang dewi ini dimengerti sebagai tempat belajar, tempat seseorang menghayati kemuridan. Maklum, bagi bangsa Yunani musik diidentikkan sebagai budaya intelektual secara umum.
Tengok saja pendapat Pythagoras (582-496 SM) yang menyatakan bahwa harmoni dalam musik berkorespondensi dengan perbandingan dua buah bilangan bulat. Bila kita mempunyai dua utas dawai yang diregangkan dengan ketegangan yang sama maka perbandingan panjang kedua dawai tadi pasti 2:1 untuk menghasilkan nada keenam, 3:2 untuk nada kelima, dan 4:3 untuk nada keempat. Pythagoras dan para muridnya mempercayai bahwa alam semesta ini dipenuhi oleh interval musik. All is number. Bagi kaum Pythagorean, musik berkorelasi dan termasuk empat kategori sains: aritmatika, geometri, astronomi, dan musik sendiri.
Tak lama kemudian, Plato (428-348 SM) dan kalangan orang sezaman sudah menganggap bahwa matematika dan musik tidak hanya menjadi ukuran bagi orang cerdas, tetapi juga kriteria bagi orang terdidik. Terdidik memang mengandaikan lebih lengkap daripada sekadar memiliki kecerdasan intelektual melulu. Aristoteles (384-322 SM), murid Plato, menjelaskan bahwa musik menggambarkan emosi dan keadaan jiwa seseorang. Emosi yang menjiwai lagu tersebut bisa mempengaruhi orang yang mendengarkan. Menurutnya, jika seseorang mendengarkan musik yang baik maka akan menjadi orang yang baik pula.
Tokoh-tokoh musik Gereja abad ke-4 meyakini pendapat itu. Augustinus (354-430) dan Ambrosius, misalnya, mengakui kekuatan musik untuk kebaikan. Pada masa abad pertengahan ketika Gereja memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, musik mendapat perhatian besar dengan adanya sekolah musik. Pada masa Renaissance teori musik digabungkan dengan matematika dan astronomi. Kurikulum pendidikan saat itu dibagi menjadi quadrivium of geometry, arithmetic, music, and astronomy dan trivium of grammar, dialectic and rhetoric. Pada masa ini sudah jamak seorang artis maupun peneliti mesti menguasai musik, yang bakal berdampak pada taraf hidup mereka.
Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), filsuf Prancis, menulis proposal mendetail tentang pelatihan musik dan pendidikan ideal bagi seorang murid. Johan Pestalozzi (1746-1827), murid Rousseau, menekankan pula pentingnya musik dalam dunia pendidikan. Menurutnya, musik membantu anak mengharmonisasikan dan menghafal berbagai macam karakter ilmu lain.
Suatu ketika, para peneliti dari Universitas California mengumumkan bahwa belajar musik pada usia dini dapat meningkatkan kecerdasan dalam jangka panjang. Isu ini berkembang menjadi wacana publik menyambung perbincangan soal kecerdasan setelah Gardner mengembuskan teori barunya mengenai multiple intelligences. Tetapi, sebenarnya, apa yang baru dari peran musik dan pengaruhnya bagi kecerdasan, karena sejak dulu pun sudah dipahami begitu? Kini, seakan hal baru, orang jadi ramai-ramai berupaya mengoptimalkan pengaruh musik dan menawarkannya sebagai alternatif merangsang kecerdasan anak.
Di tengah riuhnya perbincangan soal pengaruh musik dalam pendidikan ini, menarik menyimak kata-kata Profesor Yang Hongnian (1934) dari Konservatori Musik Pusat Tiongkok. Guru dan dirigen yang membawa paduan suara anak-anak Tiongkok menjadi salah satu dari tujuh paduan suara anak-anak terbesar di dunia ini suatu ketika mengingatkan, “Pertama, seorang guru harus mencintai anak karena guru yang mencintai anak akan rela mengorbankan segalanya untuk anak.” Nasihat berikutnya baru masalah teknis soal musik. (F.X. Warindrayana)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates