twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

BEREBUT MAINAN


Mobil-mobilan itu tak seberapa mahal harganya. Ukurannya kecil, bahannya pun dari plastik. Tapi, anakku amat menyukainya. Mungkin, karena bentuknya futuristik. Dan, warnanya kuning cerah, favoritnya. Namun, gara-gara mobil-mobilan itu siang tadi aku sangat jengkel, kontrol emosiku terganggu, dan sempat bersitegang dengan iparku.
Aku selalu mengajarkan pada anakku (kini 4,5 th), “Nak, kalau kamu menginginkan mainan temanmu, bilang pinjam. Tapi, kalau sudah bilang pinjam tetap tidak boleh, ya tidak apa-apa, jangan merebut. Itu haknya untuk meminjamkan atau tidak kepadamu.” Anakku kurasa memahami kata-kata itu. Terbukti ia tidak pernah meminjam dengan paksa atau merebut mainan temannya. Ia pun tak pernah menangis kalau tak boleh meminjam.
Repotnya, ia lalu menerapkan nasihat saya itu pada orang lain juga. Kalau temannya meminjam mainannya, ia merasa sah-sah saja bila tidak mengizinkan. Entah karena sedang asyik dipakai bermain, entah karena khawatir rusak. Ia merasa itu haknya. Tetapi, orang dewasa di sekitarnya kadang melihatnya sebagai anak pelit, termasuk budhenya, kakak perempuan suamiku.
Kami memang tinggal serumah sebagai keluarga besar. Kemarin, kakak iparku itu dititipi bocah usia sekitar 2,5 tahun, anak salah seorang kerabat. Pagi tadi anak itu dijemput ibunya. Kakak iparku memberinya sekantong mainan kecil-kecil aneka macam. Pada saat “serah terima” itu berlangsung tiba-tiba anakku melihat mobil kuningnya termasuk dalam kemasan yang diberikan. Tentu saja ia protes.
Kulihat dari kejauhan kakak iparku membujuk anakku tapi anakku tetap saja tak merelakan mainan itu. Melihat itu, ibu mertua ikut mendatangi. Kupikir ia membela anakku. Tak tahunya ia malah merebut kembali mainan itu dari tangan anakku. “Mainan kayak gini saja, buat adik tidak boleh. Mainanmu kan banyak,” katanya sambil memberikan mainan ke anak itu.
Dengan mimik menahan tangis, ia mendatangiku. Tentu saja aku mesti konsisten dengan sikap dan kata-kata yang kutanamkan. Bukan soal harga mainannya, tapi soal menghargai hak anak. Logika kanak-kanaknya benar. Kalau ia tak boleh memaksakan kehendak pada orang lain, mestinya orang lain pun tak boleh memaksakan kehendak padanya. Maka, aku mendatangi mereka. Aku jongkok menyapa anak itu, “Abel, maaf ya. Ini mobil-mobilan Kak Andre. Ia tidak mengizinkan mobil-mobilan ini buat Abel. Abel mau yang lain?” Sambil berkata begitu aku mengambil mobil-mobilan kuning itu.
Pada saat itu, tiba-tiba aku teringat bahwa mobil kuning ini pun bukan aku yang membelikan, tapi kakak iparku itu. Kepalang, toh sudah diberikan anakku berarti ya milik anakku. Aku tak merespons wajah merah kakak ipar dan mertuaku. Mereka tak mengatakan sepatah kata pun padaku, tapi tatapnya aneh dan berikutnya sikapnya padaku berubah. Ia mengatakan kepada tetangga bahwa aku tak bisa mendidik anak, pelit pada saudara, dan sebagainya. Aku merasa sedih, dongkol, marah dan  entah apa lagi tapi tak bisa kulampiaskan karena mereka tak membuka komunikasi. Aku sempat SMS dan menelepon suami di kantornya karena merasa sumpek dan tak tahan lagi atas situasi itu.
Malamnya, aku sedang membenahi lemari pakaian anak di kamar. Tiba-tiba anakku nyeletuk pelan. “Mama, mobil-mobilannya kok ada dua?” Aku terkejut bukan kepalang. Ia sedang membawa mobil-mobilan kuning dengan mimik heran, sambil menatap mobil-mobilan kuning satunya lagi di lemari. Berarti mobil kuning yang kuambil tadi adalah pembelian baru kakakku untuk anak itu, bukan milik anakku. Mimikku pasti terlihat aneh atau lucu waktu itu. Buktinya, suamiku jadi senyum-senyum. “Jangan tergesa-gesa bertindak. Malu kan…?” katanya.
Menjelang anakku tidur, seperti biasanya aku menemaninya berdoa malam. Dan seperti biasa pula kami saling bertanya apa isi doanya. “Apa doa Mama malam ini?” tanyanya. “Mama berdoa supaya Tuhan menjaga Mama, agar Mama tidak tergesa-gesa bertindak. Kalau tergesa-gesa bisa keliru dan merugikan orang lain,” jawabku jujur berkaitan pengalaman siang tadi. Tak kuduga anakku berkomentar, “Kasihan Tuhan, Ma, kalau Ia disuruh menjaga. Mestinya Mama sendiri yang harus hati-hati.” Ah.., aku merasa hari ini banyak sekali pelajaran yang boleh kuterima! (mama andre)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates