twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Kepedulian Sang Seniman


          Seperti apakah kepedulian, dan bagaimana itu diwujudkan? Fazlun Khalid, dalam Islam and Ecology, mengutip sebuah kisah menarik berikut ini.
          Ada seorang musafir sedang dalam perjalanan panjang. Dia sangat kehausan. Ketika menemukan sebuah sumur, ia turun ke dalamnya dan minum. Setelah keluar dari sumur dia melihat seekor anjing terengah-engah sedang makan debu tanah saking hausnya. Orang itu berpikir, “Anjing ini sama hausnya dengan saya tadi.” Maka dia sekali lagi turun ke sumur, mengisi sepatunya dengan air dan membawa dengan mulutnya. Sepatu penuh air itu diberikan kepada anjing supaya dia dapat minum.
          Anjing itu menjadi segar kembali berkat kepedulian si musafir. Ada lagi kisah terkenal yang mirip, masih berasal dari wilayah Timur Tengah. Pada suatu ketika ada seorang saudagar Yahudi turun dari Yerusalem ke Yerikho. Ia jatuh ke tangan penyamun yang bukan hanya merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulinya, dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan, ada seorang imam Yahudi melewati jalan itu. Ia melihat orang yang disamun itu, tetapi lalu melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga ketika seorang pemuka bangsa Yahudi melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datanglah musuhnya, seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan melewati tempat itu. Ketika melihat orang itu, tergeraklah hati si orang Samaria. Ia mendatangi orang itu, menyiraminya dengan anggur dan minyak, lalu membalut luka-lukanya. Kemudian, ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke penginapan terdekat dan merawatnya.
          Rupanya, kepedulian bukan hanya sekadar memberi bantuan dan pertolongan. Ia lebih merupakan suatu gerak hati. Dan, gerak hati itu tak bisa dibatasi. Ia mampu meloncat-loncat melompati garis batas. Seperti energi spiritual yang kuat, ia memberi daya dorong yang memampukan orang meretas batas norma-norma yang ada. Bukankah anjing adalah binatang yang diharamkan menurut norma di lingkungan sang musafir? Dan, orang Yahudi yang disamun itu adalah seorang dari musuh yang menganggap orang Samaria tak lebih bermartabat daripada seekor anjing? Tetapi, kepada yang haram dan seorang musuh, kepedulian tidak diharamkan.
          Memang, gerak hati yang kuat selalu menuju perwujudannya. Ia tidak pernah berhenti di sana tanpa perwujudan. Tetapi, demi kepentingan siapakah kepedulian kita itu? Demi sebuah kepuasan mewujudkan gerak hati, atau juga mempertimbangkan kepentingan subjek kepedulian kita? Fabel tentang kera yang jatuh kasihan melihat seekor ikan di telaga bisa menjadi contohnya. Kera melihat ikan itu sebentar-sebentar menyembul ke permukaan air. Ia menjadi khawatir kalau ikan itu bakal mati tenggelam. Ia lalu mengangkat ikan tersebut dan meletakkannya di dahan pohon, berdampingan dengan dirinya.
          Kera telah mewujudkan kepeduliannya. Tetapi, ia tidak tepat mewujudkan kepedulian pada subjek pedulinya. Kepentingannya mewujudkan kepedulian telah terpuaskan, tetapi kepentingan ikan tak terpenuhi, malah menjadi celaka karenanya.
          Barangkali, sikap bijak para seniman pahat yang diundang ke Italia untuk memperbaiki patung Pieta bisa dianggap tepat. Kisahnya, seorang fanatik telah memukul patung Pieta karya Michelangelo (1475-1564) hingga rusak. Seluruh dunia terkejut. Peristiwa itu menggerakkan kepedulian para seminan ulung untuk memperbaikinya. Sesampai di Italia mereka tidak langsung memperbaiki patung itu, tetapi hanya melihat-lihat dan mengamatinya. Mereka menyentuh dan meraba garis sera lekuk-lekuknya untuk memahami makna setiap bagiannya. Beberapa pakar bahkan membutuhkan waktu lama untuk mempelajari salah satu bagian kecil dari patung itu. Mereka sangat tekun dan hati-hati, sampai akhirnya mampu melihat dengan mata Michelangelo, menyentuh dengan perasaanya, dan menangkap ruh sang seniman agung itu. Pada waktu itulah mereka mulai bekerja memperbaiki patung yang rusak tersebut. 
          Kepedulian para seniman terhadap patung Pieta yang sangat berharga telah diwujudkan melalui upaya menyelaraskan diri dengan ruh pemahatnya agar bisa melakukan yang terbaik pada patung itu. Terhadap manusia, yang tentunya bukan sekadar Pieta karya Michelangelo tetapi mahakarya dari Sang Seniman Agung, kita semestinya juga mewujudkan kepedulian selaras dengan Ruh dan gerak hati Sang Penciptanya. Paling tidak, seperti telah dilakukan oleh si musafir dan orang Samaria tersebut, yang telah mewujudkan kepedulian mereka dengan mempertimbangkan kepentingan si subjek peduli. (F.X. Warindrayana)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates