twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Kalimat Pusaka di Dinding Rumah Makan

            Suatu hari Minggu. Tidak seperti bisanya, siang itu saya mengantarkan istri membeli bakso kesukaan anak kami. Di Pring Gading, bukan tempat lain. Hanya bakso dari rumah makan di Jl Gandekan itu ia suka. Ada bakso sapi, bakso kakap, dan lainnya di tempat ini. sambil menanti dilayani, iseng mata saya menyapu dinding mengamati berbagai hiasan bernuansa etnis Cina. Harap diketahui saja, kawasan ini di masa lalu dikenal sebagai daerah pecinan. Atmosfernya masih terhirup sampai saat ini, meski tanda-tanda fisiknya mulai menghilang. Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada sebingkai gambar dengan tulisan-tulisan. Tergoda rasa ingin tahu, saya membacanya. Empat Belas Laku Utama Kehidupan, begitu judulnya, tertulis dalam bahasa Mandarin dan Indonesia.
            Saya tertegun, sepertinya menemukan mantra gaib yang menjawab keheranan selama ini, mengapa para overseas chinese dan keturunannya itu relatif lebih sukses kehidupan ekonominya dibanding penduduk asli setempat. Saya jadi teringat sebuah tulisan (I. Wibowo, 2000) yang mengulas film serial tayangan sebuah saluran TV Singapura (1999). Kisahnya diangkat dari hasil penelitian Chan Kwok Bun dan Claire C.S. Ngoh, dua orang peneliti Singapura. Judulnya Stepping Out. Film ini diawali dengan kisah orang-orang Cina yang keluar meninggalkan pelabuhan Xiamen, di Provinsi Fujian, menuju Singapura untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Setiba di Singapura mereka menjadi kuli, tukang-tukang kasar, pedagang asongan, dan sebagainya. Ada kemiskinan, dan anak-anak pun ikut terlunta-lunta. Digambarkan dengan jelas penderitaan dan perjuangan keras generasi pertama perantau ini. 
            Rangkaian film itu mau bertutur bahwa dulu mereka menderita, sekarang bahagia. Kemegahan kota Singapura, yang nota bene 75% pendudukna beretnis Cina, adalah hasil pembangunan generasi pertama ini. Kisah sukses seperti itu juga dicatat oleh penulis lain. Sterling Seagrave dalam bukunya Lords of the Rim (1995) melukiskan orang-orang Cina yang meninggalkan tanah airnya, merantau ke seluruh penjuru bumi. Ia menyajikan data-data menakjubkan. Tengok saja, ia menyebut di wilayah Pasifik terdapat 55 juta overseas chinese dengan tingkat GNP US$ 450 miliar. Kelompok overseas chinese ini mengontrol liquid assets sebesar US$ 2 triyun. Menurut catatannya, di seluruh Asia Tenggara terdapat tak kurang seratus konglomerat raksasa yang mendominasi ekonomi negara-negara yang ditinggali.
            Menariknya, Seagrave dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang berimigrasi itu awalnya bukanlah pengusaha yang sudah kaya. Mereka itu petani, buruh pabrik atau penjaga toko. Dan, sesampai di tanah rantau mereka kebanyakan menjadi kuli atau buruh perkebunan karet. Sampai akhirnya, mereka sukses menjadi lords of the Pacific rim, raja-raja di sabuk Pasifik, menguasai wilayah yang membentang dari Jakarta hingga Vancouver, atau Bangkok sampai San Fransisco. Lebih menarik lagi, Seagrave menunjuk nilai-nilai Konfusian, yang sayang tak dijelaskan rinci, sebagai penyebab paling bertanggung jawab atas sukses mereka itu.
            Analisis itu didukung analis-analis lain seperti George T. Haley, yang menulis buku New Asian Emperors (1998). Kisah awalnya sama seperti dikisahkan dalam Stepping Out, sampai akhirnya mereka menjadi emperors, kata yang dianggapnya lebih impresif daripada lords. Ia membuat daftar para “kaisar baru”  di Asia Tenggara ditambah Hong Kong dan Taiwan. Untuk Indonesia disebutnya nama Liem Sioe Liong, Eka Tjipta Wijaja, Mochtar Riaddy, Suhargo Gondokusumo, dan Prajogo Pangestu. Sama seperti di tempat lain, di Indonesia pun diberitakan mereka itu datang sebagai pedagang kecil, sebelum merembet menjadi pengusaha dan bankir ternama. Dan, lagi-lagi Haley pun menunjuk etika Konfusianisme untuk menjelaskan rahasia kesuksesan mereka. Namun, kali ini secara eksplisit disebutnya unsur “kerja keras”.
            Kerja keras atau “keuletan”. Tatap saya masih terpaku pada kata itu, yang terangkum dalam laku utama ke delapan, dalam lembar berbingkai yang tergantung di dinding Pring Gading. Semangat itu rupanya menjadi pusaka yang telah diwariskan turun-temurun, dan terbukti membawa kesuksesan. Pemilik Pring Gading tentu bukan lord atau malah emperor, tapi ia terbukti survive dari berbagai impitan, termasuk impitan politik Orde Baru. Ia sukses mengubah toko kecilnya yang semula bernama Seng Hwo, menjadi rumah makan yang berkembang.
            Tanpa sadar saya menoleh ke arah anak saya, yang belum berusia tiga tahun. Matanya bening sipit dan kulitnya kuning bersih seperti mamanya. Akankah ia juga bakal mendapatkan mantra gaib itu dari mamanya? Atau, ia bakal mendapat warisan budaya lain dari ayahnya? Kami belum tahu. Sebagai warga nonpribumi -maaf, kosa kata itu sudah dihapus- keturunan overseas chinese generasi keempat, ia tak lagi paham budaya leluhur. Ia pun tak kenal utuh Empat Belas Laku Utama Kehidupan, ataupun Ji Cap Si Hau ajaran Konfusius yang biasa disampaikan orang tua kepada anaknya di masa lalu. Ia bahkan terheran-heran dan tertawa ngakak ketika seorang kerabat jauh membawakan oleh-oleh sejumput tanah leluhur dari Cina Daratan. Tetapi, sementara itu, saya pun tak tahu budaya setempat macam apa yang bisa saya wariskan padanya.
            Namun, kami sepakat. Mesti ada kearifan lokal, nilai yang dipetik, yang diseleksi dari lingkungan konkret saat ini, di era global yang memungkinkan terjadinya benturan berbagai budaya. Yang penting, ia memiliki kebudayaan pribadi yang baik. Tidak menjadi soal apa pun rangsang budayanya. Para overseas chinese itu pun belum tentu mengenal  forma Empat Belas Pedoman Hidup Manusia, tetapi mereka paham nilai utama kerja keras dan keuletan yang terbukti berguna bagi keturunannya. (F.X. Warindrayana)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates